SDGs merupakan agenda pembangunan berkelanjutan yang bersifat global. Karena SDGs bersifat global, SDGs tidak hanya berlaku untuk negara maju tetapi juga berlaku untuk negara berkembang. SDGs sebagai goals melanjutkan dari yang sebelumnya yaitu MDGs. SDGs menghasilkan serangkaian tujuan yang dapat memenuhi segala isu permasalahan, khususnya di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Salah satu goals dari SDGs adalah tanpa kemiskinan.
Kemiskinan dapat diartikan sebagai kondisi dimana seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya atau kebutuhan dasarnya seperti makanan, pakaian, obat-obatan dan tempat tinggal (Hardinandar F, 2019). Menurut BPS sendiri, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan yang diukur dari sisi pengeluaran. Kemiskinan membuat banyak rakyat tidak dapat meraih kesejahteraan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dalam hidupnya. Di negara berkembang khususnya di Indonesia, kemiskinan merupakan masalah yang cukup krusial karena dapat mengganggu proses pembangunan perekonomian. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Todaro & Stephen C., 2003).
Grafik 1. Persentase Penduduk Miskin (P0)
di Sulawesi Selatan Tahun 2019-2023
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan (diolah) Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak luput dari kemiskinan. Grafik 1 menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan selama 5 tahun terakhir mengalami fluktuasi. Dalam waktu 3 tahun secara berturut-turut mengalami peningkatan yang dimana pada tahun 2019 sebesar 8,69 persen atau 767,80 ribu jiwa, berikutnya pada tahun 2020 sebesar 8,72 persen atau 776,83 ribu jiwa hingga pada tahun 2021 sebesar 8,78 persen atau 784,98 ribu jiwa. Kemudian, pada tahun berikutnya yaitu tahun 2022 mengalami penurunan sebesar 8,63 persen atau 777,44 ribu jiwa. Namun, pada tahun 2023 kembali mengalami peningkatan sebesar 8,70 persen atau 788,85 ribu jiwa.
Grafik 2. Persentase Penduduk Miskin (P0) di Kabupaten/Kota
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019-2023
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan (diolah) Secara administratif, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 21 kabupaten dan 3 kota. Grafik 2 menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dalam 5 tahun terakhir yang memiliki persentase penduduk miskin terendah diantaranya adalah Kota Pare-Pare, Kabupaten Sidrap, Kota Makassar. Berdasarkan grafik diatas, pada tahun 2023 Kota Pare-Pare memiliki persentase penduduk miskin terendah ketiga yaitu sebesar 5,34 persen. Berikutnya, Kabupaten Sidrap dengan persentase penduduk miskin terendah kedua sebesar 5,14 persen. Kemudian Kota Makassar dengan persentase penduduk miskin terendah pertama sebesar 5,07 persen.
Berdasarkan Grafik 2, persentase penduduk miskin di Kota Makassar berfluktuasi. Dalam waktu 3 tahun secara berturut-turut mengalami peningkatan yang dimana pada tahun 2019 sebesar 4,28 persen, berikutnya pada tahun 2020 sebesar 4,54 persen hingga pada tahun 2021 sebesar 4,82 persen. Pada tahun 2022, terjadi penurunan dengan persentase sebesar 4,58 persen. Namun, pada tahun 2023 kembali mengalami peningkatan sebesar 5,07 persen.
Grafik 3. Tingkat Pengangguran Terbuka di
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2023
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan (diolah) Meskipun Kota Makassar memiliki persentase penduduk miskin terendah di Provinsi Sulawesi Selatan, akan tetapi terdapat fenomena bahwa Kota Makassar memiliki tingkat pengangguran yang tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini dibuktikan dari Grafik 3 yang menunjukkan bahwa Kota Makassar memiliki angka pengangguran yang sangat tinggi sebesar 10,60 persen. Angka ini jauh melebihi dari angka pengangguran yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 4,33 persen. Larasati Prayoga et al. (2021) menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah meningkatnya angka pengangguran setiap tahun tanpa adanya tambahan kesempatan kerja.
Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2023
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan (diolah)
Selain fenomena angka pengangguran di Kota Makassar yang tertinggi, terdapat fenomena lain yakni Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Makassar yang terendah di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2023, Kota Makassar menduduki peringkat pertama Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang terendah yaitu sebesar 58,86 persen. O'Campo et al. (2015) menyatakan bahwa terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi penyebab utama terjaidinya pengangguran dan berdampak langsung pada tingginya kemiskinan.
Dalam
upaya penurunan tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dapat menjadi instrumen
yang sangat berpengaruh (Prabhakar A, 2016). Berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2022 diatas, Kota Makassar memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi dengan urutan pertama sebesar 15,45 persen. Menurut studi ekonomi, penurunan
tingkat kemiskinan sangat berpengaruh dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Kota Makassar memiliki persentase penduduk miskin yang tertinggi. Adapun beberapa fenomena yang terdapat di Kota Makassar dimana masih memiliki angka pengangguran yang tertinggi, tingkat partisipasi angkatan kerja yang rendah serta laju pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Menurut
Siregar, H & Wahyuniarti, D (2008) pertumbuhan ekonomi menjadi syarat
keharusan (necessary condition) untuk mengurangi tingkat kemiskinan, sedangkan
syarat kecukupannya (sufficient condition) pertumbuhan ekonomi harus efektif dalam mengurangi
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan lagi, begitu juga dengan pengendalian angka pengangguran agar semakin menurun dan meningkatkan angka tingkat partisipasi kerja. Oleh karena itu, peran pemerintah, sektor swasta, masyarakat dan aktor pembangunan lainnya sangat dibutuhkan agar permasalahan yang terjadi di Kota Makassar khususnya kemiskinan dapat dikontrol dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hardinandar, F. 2019. Determinan Kemiskinan (Studi Kasus 29 Kota/Kabupaten Di Provinsi Papua). Jurnal REP (Riset Ekonomi Pembangunan), 4(1): 1–12.
Todaro, M.P. & Stephen C, S. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Larasati
Prayoga, M., Muchtolifah, & Sishadiyati. (2021). Faktor Kemiskinan di
Kabupaten Sidoarjo. Jambura Economic Education Journal, 3(2), 135–143.
https://doi.org/10.24856/mem.v33i2.671
O’Campo,
P., Molnar, A., Renany, A., Mitchell, C., Shankardass, K., & Muntaner, C.
(2015). Social welfare matters: A realist review of when, how, and why
unemployment insurance impacts poverty and health. Social Science &
Medicine, 132, 88–94.
Prabhakar,
A. 2016. Income, Poverty and Inequality. Emerald, 2(2), 257–291. https://doi.org/https://doi.org/10.1108/978-1-78635-158-620161011.
Siregar,
H. dan Wahyuniarti, D. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan
Jumlah Penduduk Miskin. Jurnal Ilmiah.
Badan Pusat Statistik. 2023. Persentase Penduduk Miskin (P0) Menurut Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Persen), 2019-2023.
Badan Pusat Statistik. 2023. Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan Agustus 2023. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
Badan Pusat Statistik. 2023. Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
Badan Pusat Statistik. 2023. Statistik Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Comments
Post a Comment