Degradasi Budaya Akibat Perkembangan Teknologi di Sulawesi Selatan

Indonesia sebagai negara yang tak hanya kaya akan sumber daya alamnya tetapi juga kaya akan keberagaman budaya yang terbentang dari Sabang di ujung barat hingga Merauke di ujung timur. Setiap daerah memiliki keunikannya masing-masing mulai dari seni, tradisi, dan adat istiadat yang menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. Keberagaman ini menjadi suatu kebanggaan bagi setiap warga negara Indonesia dan memperkaya panorama budaya di kancah internasional.

Sayangnya, kekayaan budaya Indonesia yang telah menjadi ciri khas dan kebanggaan bangsa sejak lama, mulai mengalami degradasi. Berbagai warisan budaya Indonesia telah dipengaruhi secara negatif oleh tekanan modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi. Banyak tradisi-tradisi lokal mulai terlupakan akibat dari generasi sekarang yang lebih tertarik pada budaya-budaya negara lain yang disebarkan melalui media sosial. Selain itu, lokasi bersejarah dan lingkungan alam yang bernilai budaya sering dirusak oleh pembanguan intfrastruktur yang cepat. Ini semua menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan keberagaman budaya Indonesia.

Dalam masyarakat Sulawesi, terdapat budaya yang bernama Siri'. Budaya Siri' merupakan tuntutan budaya terhadap setiap individu dalam masyarakat Sulawesi Selatan untuk mempertahankan kesucian mereka sehingga keamanan, ketertiban dan kesejahteraan tetap terjamin. Budaya Siri’ sama derajatnya dengan martabat, nama baik, harga diri, reputasi, dan kehormatan diri maupun keluarga, yang semuanya itu harus dijaga dan dijunjung tinggi dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari. Budaya ini adalah falsafah hidup masyarakat Sulawesi yang didasari pentingnya rasa malu. Falsafah inilah yang dipegang teguh oleh masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya etnis Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.

Namun, budaya Siri' di Sulawesi Selatan mulai merosot yang memberi dampak terhadap kebiasan-kebiasaan masyarakat Sulawesi Selatan. Hubungan antara pria dan wanita yang condong ke arah gaya hidup bebas dengan pakaian yang cenderung terbuka, di mana wanita yang sebelumnya dijaga oleh saudara laki-lakinya dan orang tua mereka, sekarang justru membiarkan diri mereka berboncengan dengan siapa pun tanpa pertimbangan. Budaya Siri', yang dahulu dianggap sebagai norma dalam masyarakat, kini dianggap sebagai sisa-sisa masa lalu yang muncul karena ketidaksempurnaan dalam penyampaian nilai-nilai budaya melalui pendidikan formal.

Melihat dampak dari degradasi budaya sangat dirasakan dalam segala aspek sebagai imbas dari perkembangan teknologi. Bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan, seperti Bugis, Makassar, dan Toraja, semakin jarang digunakan, terutama oleh generasi muda yang lebih fasih berbahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris. Penggunaan bahasa lokal dalam komunikasi sehari-hari mulai tergeser oleh bahasa asing yang dianggap lebih bergengsi dan bermanfaat dalam konteks globalisasi. Akibatnya, banyak kosakata dan ungkapan dalam bahasa lokal yang mulai terlupakan dan kemampuan berbahasa lokal generasi muda semakin menurun.

Selain itu, teknologi juga mempengaruhi seni dan budaya tradisional lainnya, seperti tarian dan musik. Tarian dan musik tradisional Sulawesi Selatan, seperti Tari Pakarena dan musik Gendang Makassar, telah lama menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat setempat. Namun, dengan masuknya musik dan tarian modern dari luar, banyak generasi muda yang lebih memilih untuk mempelajari dan menampilkan tarian dan musik modern daripada yang tradisional. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah praktisi dan penggemar seni tradisional, sehingga mengancam kelangsungan hidup seni tersebut.

Upacara-upacara adat yang selama ini menjadi simbol kearifan lokal juga mengalami perubahan signifikan. Banyak upacara adat yang mulai ditinggalkan atau diubah bentuknya agar sesuai dengan gaya hidup modern. Sebagai contoh, upacara pernikahan tradisional yang biasanya dilaksanakan dengan berbagai ritual dan prosesi adat kini sering digantikan dengan pernikahan modern yang lebih sederhana dan efisien. Hal ini mengakibatkan hilangnya makna dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tersebut. 

Pentingnya peran dari masyarakat itu sendiri dalam menjaga dan melestarikan budaya. Kesadaran akan pentingnya budaya lokal harus ditanamkan dalam keluarga dan komunitas. Orang tua dan tokoh masyarakat harus menjadi teladan dalam menggunakan bahasa lokal, mengikuti upacara adat, dan menghargai seni tradisional. Dengan demikian, budaya lokal tidak hanya menjadi warisan yang dilestarikan tetapi juga menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat. 

Comments