Migrasi di Provinsi Sulawesi Selatan
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah sebesar 1.913.578,68 km2
dan memiliki 38 provinsi yang tersebar di berbagai pulau. Tak hanya sebagai
negara yang luas dengan kekayaan alamnya yang melimpah, tetapi Indonesia
memiliki penduduk yang sangat banyak. Apalagi Indonesia akan dihadapkan bonus
demografi pada tahun 2030 hingga 2045 mendatang. Hal ini merupakan suatu
potensi untuk Indonesia karena dengan banyaknya penduduk maka akan menghasilkan
sumber daya manusia yang banyak. Hasil Sensus Penduduk (SP) 2020 menunjukkan
bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,2 juta jiwa. Melansir dari World Population
Review, jumlah penduduk Indonesia tahun 2024 mencapai 279.072.446 jiwa. Jumlah
penduduk indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam lingkup global, Indonesia
menempati urutan keempat tertinggi dengan jumlah penduduk terbanyak. Namun, peningkatan
jumlah penduduk di Indonesia tidak disertai dengan sebaran penduduk yang merata
di setiap wilayah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Pulau Jawa masih
mendominasi distribusi penduduk dibandingkan dengan luar Pulau Jawa.
Pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi menyebabkan jumlah penduduk semakin meningkat. Peningkatan ini
mengakibatkan terjadi mobilisasi dari daerah yang jarang penduduk menuju ke
daerah yang padat penduduk. Memperoleh pekerjaan yang baik dan kehidupan yang
layak menjadi alasan penduduk melakukan mobilisasi di suatu wilayah. Kelahiran
(fertilitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi) menjadi
faktor yang memengaruhi pertumbuhan penduduk (Anggraini,2012). Salah satu
faktor yang dapat menambah jumlah penduduk, yaitu migrasi.
Migrasi dalam arti luas merupakan
perubahan tempat tinggal secara permanen, tidak ada pembatasan baik pada jarak
perpindahan maupun sifatnya yaitu sukarela atau terpaksa serta tidak ada
perbedaan antara perpindahan di dalam negeri dan/atau ke luar negeri. Menurut
Badan Pusat Statistik, migrasi merupakan perpindahan penduduk antarwilayah
dalam waktu tertentu dengan adanya perubahan wilayah tempat tinggal. Lee (1966)
menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh daya dorong (push factor) suatu
wilayah dan daya tarik (pull factor) wilayah lainnya. Daya dorong menyebabkan
penduduk yang berada di tempat asal melakukan migrasi jika ditempatnya tidak
memberikan jaminan kehidupan yang tidak terlepas dari pengangguran dan
kemiskinan sedangkan daya tarik menyebabkan penduduk akan bermigrasi ke tempat
tujuan dengan alasan meningkatkan taraf hidup. Terdapat faktor lain yang
memengaruhi keputusan seseorang bermigrasi, misalnya kebijakan pemerintah,
sosial politik, dan lain sebagainya.
Migrasi
terbagi menjadi dua macam yaitu, migrasi masuk dan migrasi keluar. Migrasi
masuk menyebabkan pertumbuhan penduduk meningkat sedangkan migrasi keluar
menyebabkan pertumbuhan penduduk menurun (Bagaskoro, D. S., Alamsyah, F. A.,
& Ramadhan, S., 2022). Menurut BPS, migrasi masuk didefinisikan sebagai perpindahan
penduduk dari luar kabupaten/kota masuk menuju kabupaten/kots tempat tingal
saat ini sedangkan migrasi keluar didefinisikan sebagai perpindahan penduduk
dari kabupaten/kota menuju kabupaten/kota lainnya.
Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk migrasi keluar seumur hidup tertinggi pada sepuluh provinsi pada tahun
2020-2022 berdasarkan data BPS. Dapat dilihat bahwa Provinsi Sulawesi Selatan
tercatat sebagai provinsi keenam tertinggi dengan penduduk yang melakukan
migrasi keluar mencapai 1,39 juta jiwa. Migrasi tersebut tidak menghitung
perpindahan ke luar negeri.
Berdasarkan
Publikasi Ststistik Migrasi Provinsi Sulawesi Selatan Hasil Long Form
Sensus Penduduk 2020, arus migrasi seumur hidup antarkabupaten/kota sangat
bervariasi. Banyak penduduk Sulawesi Selatan yang melakukan migrasi ke Kota
Makassar yang di mana sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Terlihat pada
tabel diatas bahwa Kabupaten Bone sebagai kabupaten peringkat pertama yang
melakukan migrasi ke Kota Makassar yang mencapai 25.714 jiwa.
Selain
antarkabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, beberapa provinsi di
Indonesia melakukan migrasi seumur hidup ke Kota Makassar. Diantaranya terdapat
lima provinsi terbesar yang melakukan migrasi ke Kota Makassar yaitu Provinsi
Papua sebagai urutan pertama yang mencapai 42.048 jiwa diikuti Provinsi
Sulawesi Tenggara sebesar 28.229 jiwa. Kemudian urutan ketiga di Provinsi
Kalimantan Timur mencapai 25867 jiwa diikuti Provinsi DKI Jakarta sebesar 22787
jiwa dan terakhir provinsi kelima yaitu Jawa Barat mencapai 22007 jiwa.
Gambar 4. Migrasi Masuk Seumur Hidup, Migrasi Keluar Seumur Hidup, dan Migrasi Neto Seumur Hidup menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
Gambar diatas
menunjukkan migrasi masuk seumur hidup, migrasi keluar seumur hidup menurut
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Terlihat kota Makassar memiliki
angka migrasi masuk seumur hidup dan migrasi keluar seumur hidup urutan pertama
se-Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun angka migrasi masuk seumur hidup di Kota
Makassar mencapai 371960 jiwa sedangkan angka migrasi keluar seumur hidup
mencapai 442370 jiwa. Terlihat bahwa penduduk di Kota Makassar banyak melakukan
migrasi keluar seumur hidup daripada migrasi masuk seumur hidup.
Gambar 5. Migrasi Masuk Risen, Migrasi Keluar1 Risen, dan Migrasi Neto Risen menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
Tak hanya
angka migrasi masuk seumur hidup dan migrasi keluar seumur hidup yang sangat
tinggi, Kota Makassar juga mengalami angka migrasi masuk risen dan migrasi
keluar risen yang tertinggi se-Provinsi Sulawesi Selatan. Gambar diatas
menunjukkan bahwa angka migrasi masuk risen di Kota Makassar mencapai 57656
jiwa sedangkan angka migrasi keluar risen mencapai 123694 jiwa. Jika keduanya
dibandingkan, angka migrasi keluar risen mencapai dua kali lipat dari angka
migrasi masuk risen sehingga dapat disimpulkan penduduk di Kota Makassar lebih
banyak bermigrasi keluar.
Gambaran
migrasi penduduk di Kota Makassar yaitu migrasi keluar lebih besar dibandingkan
migrasi masuk. Penyebab migrasi keluar tinggi di kota Makassar diantarnya semakin
berkurangnya sumber daya alam, agama, suku di daerah asal, adanya tekanan dan
diskriminasi politik, adanya gangguan keamanan seperti peperangan atau konflik
antar kelompok, adanya bencana alam, dan berkurangnya lapangan pekerjaan. Selain
itu terdapat kondisi lingkungan yang tidak aman membuat penduduk di Kota Makassar
merasa tidak nyaman berada di tempat tinggalnya. Gambar 6 menunjukkan bahwa
jumlah kriminalitas menurut kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tahun 2022.
terlihat jelas bahwa Makassar merupakan urutan pertama yang memiliki
kriminalitas yang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain. Tercatat
bahwa jumlah kriminalitas di Kota Makassar mencapai 10951 kasus
Dengan meningkatnya
angka migrasi keluar di Kota Makassar maka sumber daya manusia mengalami
penurunan dan budaya asli di wilayah tersebut memudar (Kukut, 2023). Dengan berkurangnya
sumber daya manusia maka akan berdampak pada angka PDRB di Sulawesi Selatan. Hal
ini harus menjadi perhatian pemerintah agar mampu menjaga angka PDRB tetap
stabil ataupun meningkat.
Kebijakan yang
dapat dilakukan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan penyediaan
lapangan kerja yang luas khususnya pada penduduk asli dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam di setiap wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu,
dapat meningkatkan sumber daya manusia yang dimiliki dengan melakukan pelatihan
yang dapat meningkat skill agar dapat memenuhi kualifikasi pekerjaan yang diinginkan.
Tak lupa juga dengan meningkatkan keamanan dan kenyamanan penduduk khususnya di
Kota Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan agar kasus
kriminalitas di daerah tersebut dapat terjaga dengan baik sehingga penduduk
dapat merasa nyaman tinggal di daerahnya.
Sumber:
ANGGRAINI, D. E. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Fertilitas DI Provinsi Jawa Barat Tahun 2014-2018 (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember).
Bagaskoro, D. S., Alamsyah, F. A.,
& Ramadhan, S. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Demografi:
Fertilitas, Mortalitas Dan Migrasi (Literature Review Perilaku Konsumen).
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik, 2(3), 303-312.
Comments
Post a Comment