Makassar: Pembangunan Wisata yang Disertai Degradasi Lingkungan
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih dari 17.508 pulau, garis pantai dengan panjang 81.000 km, dengan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah pesisir. Saat ini, wilayah pesisir berbeda di beberapa kota di Indonesia mengalami kerusakan sangat parah yang disebabkan oleh fenomena alam berbeda dengan karakteristik geografis yang unik. Faktor alam tersebut antara lain abrasi, sedimentasi, kenaikan permukaan air laut, tsunami, dan gelombang pasang. Selain faktor alam tersebut, masih ada beberapa faktor lain yang menyebabkan kerusakan wilayah pesisir.
Tindakan/kegiatan masyarakat di sekitar wilayah pesisir yang diakibatkan oleh kurangnya kapasitas masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup dan kurangnya kapasitas masyarakat untuk memberikan perhatian dan komitmen kepada pemangku kepentingan lainnya terhadap pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Pemerintah melaksanakan ketentuan hukum mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Nomor atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil -kepatuhan terhadap kebijakan.
Kota Makassar merupakan salah satu kota pesisir Indonesia, dengan panjang garis pantai 32 km dan 11 pulau kecil, dengan luas total 122.370 hektar atau sekitar 1,1% dari luas daratan. Untuk itu, terdapat berbagai tempat wisata di sepanjang pesisir Kota Makassar. Dalam beberapa tahun terakhir, pantai-pantai di beberapa wilayah Indonesia mengalami abrasi, dan hal ini menjadi perhatian. Kota Makassar merupakan salah satu dari 30 kota pesisir di Indonesia, dan diperkirakan terkena dampak kenaikan permukaan air laut.
Secara geografis, Kota Makassar terletak di pesisir pantai barat bagian selatan Sulawesi Selatan, pada koordinat antara 119 ° 18‟ 27,97” sampai 119° 32‟ 31,03” Bujur Timur dan 5° 30‟ 18” - 5° 14‟ 49” Lintang Selatan. Kerusakan berupa abrasi di pesisir selatan Makassar pada kawasan pantai Maccini-Sombala antara lain Pantai Tanjung Bayang, Pantai Akkarena, Tanjung Bunga, dan Pantai Losari. Pantai-pantai ini memiliki tanah berpasir yang sangat berpori sehingga berisiko tinggi terhadap abrasi. Karakteristik angkutan sedimen mempengaruhi fenomena abrasi khususnya di wilayah Tanjung Bunga dan Akkarena.
Sebagai kota yang terletak di kawasan pesisir, Kota Makassar memiliki sumberdaya perikanan dan biota laut lain yang bernilai ekonomis, kawasan pesisir menjadi lokasi yang banyak dihuni dan dijadikan lokasi usaha berbasis perikanan, pelabuhan, perkantoran, permukiman dan kawasan strategis. Tak hanya tempatnya yang berbatasan dengan laut dan darat, kawasan ini stratetis untuk infrastruktur transportasi dan bongkar muat barang. anyak pihak yang berkepentingan dengan keberadaan wilayah ini beserta segala sumber dayanya sehingga berujung pada konflik. Permasalahan ini terjadi di beberapa lokasi, salah satunya ditemukan di kawasan Pantai Barombong.
Proses transformasi mangrove menjadi tambak besar-besaran telah menyebabkan perselisihan dalam pemanfaatan sumber daya dan lahan antara berbagai pihak yang memanfaatkan wilayah delta yang subur ini. Salah satu contohnya adalah perbedaan antara perusahaan perikanan budidaya tambak dan perusahaan perikanan tangkap konvensional. Pengaturan yang memadai dan terpadu dari sisi pemanfaatan wilayah pesisir seharusnya disertakan dengan pengusahaan perikanan. Ini harus dilakukan untuk memberikan keamanan bagi bisnis yang ingin memastikan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan keseimbangan kekayaan SDA di wilayah tersebut. Jika tidak ada pengaturan yang memadai dan menyeluruh, konflik antara pengguna di wilayah tersebut masih dapat terjadi. Ini adalah hasil dari jumlah pengguna yang terus meningkat sementara jumlah lahan yang tersedia tetap sama. Kondisi di lapangan ini mencerminkan kebijakan di lembaga pemerintah pusat dan daerah. Pada level institusi, umumnya pembangunan di kawasan pesisir, laut dan pulau kecil masih menggunakan pola pendekatan sektoral, yang hanya memperhatikan keuntungan masing-masing sektor dan mengabaikan dampak negatif yang timbul bagi sektor lain.
Comments
Post a Comment